Di Desa Cipari, Kecamatan Panongan, Tangerang ada sebuah tempat bernama Rumah Kayu Goen. Pemilik rumah adalah Gunawan, tukang kayu yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian budaya peranakan Tionghoa.
Rumah Kayu Goen dikelilingi oleh areal persawahan yang asri dan jauh dari suasana hiruk pikuk perkotaan. Memasuki tempat seluas 6.000 m² ini, kita seakan-akan diajak menyusuri jejak budaya peranakan Tionghoa masa lalu.
Di sini, terdapat rumah kayu dengan arsitektur bergaya tradisional Cina Benteng yang berdiri kokoh di salah satu sudut area. Gunawan menyebutnya dengan sebutan rumah kebaya. Rumah ini berusia kurang lebih 95 tahun. Ia mendapati rumah kebaya dalam keadaan rusak dan pada akhirnya setahap demi setahap, ia merestorasi kondisi rumah seperti aslinya.
Lazimnya rumah tradisional Cina Benteng, di depan pintu masuk, terdapat altar untuk tempat bersembahyang dan tempat menempatkan abu para leluhur. Di sini, juga terdapat berbagai koleksi kursi dan meja bergaya Cina klasik kuno.
Di sebelah kanan rumah kebaya, ada bangunan kayu yang difungsikan bagaikan galeri. Di dalamnya, berjejer berbagai barang antik, mulai dari furnitur jati, patung, bahkan lampu hias. Pada bagian kirinya, terdapat sebuah kandang kerbau berusia ratusan tahun.
Kandang kerbau yang difungsikan sebagai tempat berkumpul ini, oleh Gunawan didesain kembali. Lantainya dilapisi ubin bekas. Plafonnya dibiarkan terbuka sehingga terlihat struktur bagian atas dari bangunan tersebut. Sebagai pelengkap, beberapa ornamen dan meja serta kursi berbahan kayu ditempatkan di sini.
Kesemua bangunan tersebut terhubung dengan taman, yang memiliki beragam tumbuhan seperti pohon kamboja, bambu, dan kenanga. Selain itu, di area Rumah Kayu Goen juga terdapat telaga yang sejuk untuk sekadar menghilangkan penat atau berelaksasi.
*Artikel ini disadur dari artikel berjudul “Menyusuri Jejak Budaya Peranakan di Rumah Kayu” oleh Adhitya Pratama di majalah Asri edisi Desember 2014
Foto : Ifran Nurdin